Saya itu terkadang menye-menye soal hal hal sepele. Soal
tanaman misalnya. Contohnya tanaman atau lebih tepatnya rumput di halaman rumah kami ini, tidak pernah saya cukur habis.
Alasannya ?
Sepele. Saya ndak tega memangkas habis kehidupan mereka.
Rumput yang hijau menambah oksigen. Bunga bunga rumput disenangi lebah, jadi
kalo dibabat habis kasihan lebahnya harus terbang lebih jauh buat nyari madu.
Rumput juga menjaga tanah biar ndak "katut" kalo terkena percik air hujan dan alah
terbawa aliran air ke selokan, jadi ini sebuah upaya Konservasi Tanah dan Air agar
tanah disekitar rumah tetap terjaga. Dan masih banyak alesan lain yang pasti
panjang kalo saya beberkan semua. "Cah lanang" memang punya stok segudang alesan.
Hal ini juga berlaku setibanya kami sebagai kontraktor (alias
tukang kontrak rumah disini disana untuk tinggal kami) di Sulawesi sini. Rumput
di depan rumah, samping, dan belakang rumah seringkali saya biarkan tumbuh bebas.
Paling 2 atau 3 bulan sekali baru dirapiin, dikurangin biar gak jadi sarang
kodok.
Prinsip yang saya pegang teguh ini sudah barang tentu tidak
dapat diterima semua pihak. Lho, mamak saya saja protes tiap kali saya “babat –
babat” pekarangan rumah. So, Istri tentu protes juga. Bedanya kalo mamak protes
, dan gak sesuai “kekarepane” ya “ditandangi dewe” cabutin rumputnya sendiri,
kalo istri saya yang tipikal pasrah, ABS (Asal Bapak Senang) dia nurut dan diem
saja. Kalo sudah kebangetan lha baru protesnya ditambahin bumbu “mecucu mecucu”
minta biar dicukur rapi rumputnya.
Solusinya tentu dicari dan ketemu. Adalah tanaman sereh
namanya.
Bermodal sebatang sereh tunggu beberapa bulan jadi “sak
gombyok” bisa jadi menuhin areal berdiameter 1 meteran di halaman rumah
panjengan semua. Jika 1 rumpun saja bisa mengisi halaman berdiameter 1 meter,
maka cukup 2/3 rumpun sereh, halaman panjengan pasti penuh, dan rumput liar juga
dibikin segan untuk tumbuh disekitarnya. Perawatannya mudah, cukup siram
sesekali dan dicukur biar ndak terlalu berat daunnya. Karena daun sereh itu
berat, terlalu mobat mabit kalo terkena angin yang kenceng, dan nggak estetik
juga kalo gondrong banget. FYI Sereh juga berkontribusi dalam penjaminan
swasembada bumbu dapur. Sereh kan salah satu kunci penting kenikmatan sayur
buibu. Apalagi yang lagi masak yang amis amis kayak ayam atau ikan. Penting
Itu. Bahkan saking cepetnya sereh ini tumbuh, saya auto jadi philantropis sereh
di tetangga sekitaran rumah.
“Bu, atau siapa kalau butuh sereh, silahkan ambil saja
jangan sungkan” begitu pesan saya ke tetangga.
Kurang mentereng apa coba saya ini kalo sudah mengikhlaskan sebagian
“hartanya” ke tetangga. Imej baik tentunya didapatkan secara mudah. Tetangga
juga secara rutin paling nggak seminggu sekali nengokin/cek rumah kami sambil
memaneh sereh gratisnya. Rumah aman, silaturahmi terjaga, pahala mengalir.
Cemerlang memang ide saya.
Itulah tadi soal sereh yang menjadi salah satu sumbangsih
nyata saya pada Gerakan Ayo Menanam.
Panjengan Gimana ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar