Halaman

Selasa, 08 September 2015

Lagu Asik September 2015 Ndes..

Saya sempet ribet-ribut dan agak nggatheli di grup whats app mbambes nanya-nanya ke pada gerombolan anak muda yang beranjak dewasa dan menua tentang apa lagu baru September 2015 ini..??

Saya ribet pula nyuruh Owok buat nyari vidio yang sering sayadenger via mp3 warung, toko modern ataupun ketika sekedar jalan, namun samar-samar... Apa daya Sola saya sedang puasa paketan internet, jadi aplikasi andalan saya, si Track id sungguh tak mampu mengayahi birahi saya ini.. ehh...

Sempet saya kira ini lagunya mbak Munaf, eeeejebul ini punya mbak BCL to hahahah... Pertama suka ya mungkin karena suara-suara instrumennya... terasa ada manis manisnya gitu..

Silahkan menikmati..



Ini dia Mbak Bunga - Wanita Terbahagia


...


Read More »

Rabu, 19 Agustus 2015

Riding ke Pacitan Bersama Mbambes

"ini bukan sekuel ke-2 dari postingan Pacitan lho yaa, just enjoy it"

Latepost. Sudah sebulan saya menabung demi lawatan anak mbambes yang jauh dimata ini. Gendut ke Jogja!

Pacitan menjadi menu yang dipilihnya untuk menggenapkan liburan  1 minggunya di Jogja. Sebenarnya ini pas dengan kepinginan Saya, Owok, dan Rahmadi yang memang mengidam-idamkan untuk kembali riding ke Pacitan via jalur selatan tentunya.

Melalui penawaran yang terjadi, personel yang disiapkan  yaitu ; 1 motor ber anggota : Adit dan Rahmadi berangkat dari Solo, dan 3 motor beranggotakan : Gendut, Owok, Murni, Widi, dan Saya berangkat dari Jogja. Mbambes lainnya? Anita gagal ikut, karena ada kerjaan mendadak. Aris juga sibuk dengan kerjanya. Ebes sibuk dengan cintanya (baca sawit). Lukman sibuk dengan citra satelit, sementara Ali sibuk dengan Tigenco-nya. semoga lain kali.. semoga
lihat bendera kiri-kanan. kami akan riding sekitar 130-an km 
Jadilah kami ber-5 berangkat dari Jogja setelah sebelumnya sarapan dulu di tempat favorit di sekitaran Kota Gede. Selesai sarapan, sebelum lanjut berangkat mengarah ke Pacitan, di sekitaran POM Piyungan kami memberikan kode ke dua anak Solo bahwa kami sudah mulai cuss, dengan harapan kami bisa bertemu nanti di Pacitan dengan pas.

Jalan Jogja – Wonosari kami lalui dengan lancar, momen yang pas karena kami mengambil hari biasa, bukan hari libur. Selepas kota Wonosari suasana adem dan aspal mulus sudah tersaji didepan kami. Dijalan kami begitu menikmati  jalur Wonosari – Wonogiri yang aduhai. Saprol meliak-liuk dengan santai disekitar 60-70 kpj. Memasuki Wonogiri kami bersiap dengan aspal yang katanya nggronjal. Sepertinya itu hanya mitos bagi perjalanan kami, karena ternyata hanya sedikit saja kerusakan jalan yang kami temui. Plang penunjuk jalan juga sangat jelas menuntun kami lanjut ke arah Pracimantoro. Saking asyiknya, kami tak sempat kepikiran untuk sekedar berhenti berfoto, aspalnya begitu menggoda..
"Kami tak pernah terbayang sebelumnya jika jalur lingkar selatan (JLS Jogja – Wonogiri- Pacitan) akan kami nikmati dengan ...dengan... ah, saya pasti akan kembali melewati jalur ini..pasti..."
Kami janjian di pertigaan pertemuan JLS dengan jalur Pacitan – Solo, di daerah Punung namanya. Menunggu tak begitu lama, dengan mendung yang tampak menghitam disebelah utara, perjalanan Adit dan Rahmadi ternyata sempat diwarnai dengan gerimis kecil dan aspal super bumpy. Daripada menunggu agak lama, akhirnya rombongan dari Jogja mengabarkan untuk memilih meneruskan perjalanan menikmati setiap tikungan dan menunggu di hutan mahoni daerah Pringkuku, sekalian mengenang kembali perjalanan pacitan yang pertama.

Hutan mahoni ini menjadi andalan wisata tanpa mbayar sebelum memasuki kawasan pantai pacitan. Lokasinya yang agak nylempet membuat hanya sedikit orang yang tahu, karena berada persis di tikungan, membuat orang ndak begitu aware adanya hutan mahoni ini.
Pantai Telengria Pacitan jika dilihat diatas
Kalo di zoom lagi jadinya gini.. duh apik-ee
Dengan sedikit foto-foto najong kami menunggu kedatangan duet Adit-Rahmadi. Dan benar tak begitu lama, merekapun sampai. Ngaso sebentar, lalu kami lanjut mengarah santai ke Kota Pacitan.
wece-wece pose najong.. dih
kalo pas lagi begaya
Bertemu dengan Adit dan Dimas
Ke arah kota, kami langsung mencari masjid agung untuk istirahat dzuhur juga menentukan lokasi penginapan. Sebelumnya kami berniat booking online. Tapi takut kecewa dengan pesanan akhirnya setelah sempat googling dulu, kami akhirnya menginap tak jauh dari alun-alun pacitan, sekitar 200m sebelah barat alun-alun, disebelah selatan jalan. Ekonomis – Dekat – dan aksesnya mudah.

Beristirahat sejenak, cuci-cuci muka, lepas beban kami langsung start lagi mengarah ketimur, menuju Pantai Soge. Semoga pantat kami masih kuat menahan gempuran panas jok mesin 4 tak ini. Sempat diwarnai dengan “sedikit kesasar” karena GPS Widi yang ngetrack jalur lama, kami tiba di Pantai Soge menggunakan jalur offroad pating nggrunjal yang berujung di JLS Pacitan – Trenggalek, disebelah barat pantai Soge. SUPER!! Bahkan rem cakram belakang supra adit sempat nge-loss gara-gara dibejek saking terlalunya untuk mengatasi jalan rusak yang naik-turun.

Sedikit melintir gas, dan VOILA!!!  JLS Pantai Soge yang meliuk indah pun nampak. Istirahat sambil menikmati pentol khas Jawa Timuran, kami puas jeprat-jepret hingga menjelang maghrib sebelum akhirnya balik lagi ke penginapan untuk bersih-bersih dan siap menyambut malam di Pacitan.
MX nya Widi langsung pose
Rombongan pantaat di Pantai Soge
Owok yang selalu gagal motret Widi di tikungan Soge.. hhahahaha
ini entah siapa, lewat malah dapet foto bagus. Nice Job Wok..!!!
Selfie doloo..
foto lengkap personel dan motornya
Widi dan Soge.. ciyeee..
Selesai dengan berbagai aktivitas di penginapan, dengan wangi kami muter Kota Pacitan yang berakhir dengan warung tenda bakmi dan nasgor. Bingunglah yang membuat kami tak berkutik sehingga harus menyerah di dekapan warung tenda di samping dealer suzuki. Yaudah, makan aja. Toh abis juga hahahaha.. Selesai dengan urusan perut, meluncur ke alun-alun sekedar nongki-nongki dan melihat aktivitas muda-mudi kota seribu goa ini. Sambil nyemil jajanan indomaret, Saya, Owok, Adit, Rahmadi asik nyemil popcorn, sementara Murni dan Gendut asik nggak asik nonton film dari hpnya Gendut yang baru, dan berakhir dengan rasa kantuk yang menyarankan kami untuk berlabuh di kasur.

Hari ke-2 di Pacitan. Pagi cerah, dengan gelas-gelas kopi hitam yang sudah tersedia di depan kamar mengawali jadwal hari kedua. Foto-foto bentar dan tanpa mandi dulu, packing seadanya dan seperlunya, kami meluncur ke arah utara dari kota Pacitan.... menuju Pemandian air panas!!
Disambut kopi hitam pacitan
Rahmadi yang pagi-pagi udah mellow
Jalan yang adem masih setia menghiasi di kanan dan kiri. Lokasi pemandian yang agak masuk masuk gitu ternyata tidak membuat pengunjung sepi. Bahkan bus besar, medium, kecil hingga mobil pribadi sudah berjajar rapi di parkiran. Bayar loket langsung cuss!! Mandi air panas bumi asli..!! beeeeeh nanaas...

Demi alasan keamanan, foto aktiviti basah-basah diganti dengan pemandangan depan parkiran pemandian yang aduhai trims @wayyuwidi
Ada 3 kolam utama yaitu  , kolam anak, kolam dewasa, dan kolam super panas, serta kamar mandi VVIP dengan tiket tambahan untuk menikmati air panas secara eksklusif. Yaelaaah booorrr. Kami pilih kolam dewasa  dengan kedalaman sekitar dada/leher. Sempet ragu-ragu duo srikandi mbambes akhirnya nyemplung juga, yaiya, wong belum mandi hahahaha. Mandi sampe 1 jam lebih ternyata bikin capek, apalagi kalo pake gaya sok-sok-an banyak gerak, renang kesana-kemari yang ujung-ujungnya bikin KO. Makanya disarankan kalo mandi air hangat/panas, nyaman aja nempel di pinggiran kolam kayak simbah-simbah. Menikmati anget-anget panas air sambil sesekali membasuh muka. Catet!!
Aktivitas sok-sok an di kolam air anget ditambah perut kosong karena belum sarapan, memaksa kami untuk refuel dengan bakso lokal yang ternyata cukup ciamik rasanya. Karena makan nasi terlalu mainstrim! Matahari yang sudah hampir di atas ubun ubun pertanda kami hari kembali ke losmen. Check out !!

Tidak serta merta langsung balik ke Jogja/Solo, kami nyempetin berkunjung dulu ke Pantai Klayar.  Dimas ngebet banget pengen nonton seruling alamnya. Jalan yang baru ke pantai Klayar via Goa Gong cuman manis-manis tebu, prekk.. mulus sebentar, selebihnya ZONK! Jalanan ancur dan macett karena banyaknya pengunjung !!  Huff!! Setelah berjuang hampir 1,5 jam lebih kami dijalan, dan sesampainya di Klayarpun wuanjiir, full pengunjung, sungguh merana nasib kami.. ndak jadi liburann hahahaha...
begitu nampak di depan mata... walah ramenya
ternyata parkirannya tok yang penuh, pantenya biasa ajah..
Loncat-loncat buat tombo anyel
Minta difotoin orang lewat
Loncat jilid 2
Ada ATV buat yang pengen bandel di Klayar

Minat difotoin orang lagi
Akhirnya diputuskan istirahat sebentar sambil menikmati bakso bakar, lalu foto-foto sebagai penutup dan penghapus kecewa atas Klayar yang gak begitu owsom kalo menurut saya. Mungkin karena ramainya kali yak, atuhlah...

Jalur balik, untuk menghindari kemacetan dan jalur offroad, kami pilih alternatif yang langsung mengarah ke Pracimantoro. Jalurnya ndak kalah ekstrim namu selo, lias ndak banyak banyak yang lewat. Hingga sampai di Praci sudah hampir maghrib, refuell di pom lagi, langsung cuss mengarah ke Wonosari sebelum gelap, maklum, jalur Praci – wonosari cukup gelap karena minim penerangan jalan. Adit – Dimas juga ikut kami, via Wonosari. Hal ini karena jalur Pacitan – Wonogiri sungguh terlalu sehingga mereka memilih untuk mencoba jalur Wonosari – Klaten.

Sempet kena jebakan betmen  selama di jalan, dan berpisah dengan Adit – Dimas, kami sampai dengan selamat di Masjid Agung Wonosari ketika jam tangan sudah menujuk hampir jam 7. Istirahat sebentar kami mengarah ke Kota Jogja, dengan tujuan Nasi Goreng Notaris di daerah Lempuyangan.

Melahap sepiring nasi goreng sambil ketiwi-tiwi lihat hasil kelakuan kami selama di Pacitan hasil jepretan widi menjadi penutup malam sebelum kembali ke kos masing-masing.. oiya, adit dan Dimas kabranya juga berhenti istirahat di daerah Klaten/Sukoharjo mborong soto/sop 6 mangkok sekaligus.. Larrr Biyasaah..


Terimakasih waktunya, kapan-kapan diisi yang lebih seru. Kata Gendut sih next mau liburan di 11 kota/kabupaten mbambes.. HAH? YAQIN?? Insyaallah... see you next trip!!

Dibalik gambar mbambes yang bagus ada widi sebagai jurufotombambes..Thanks Wiiid.. 
Semoga kepingin


... 


Read More »

Jumat, 14 Agustus 2015

Catatan Riding ke Pacitan

Latepost. Perjalanan saya dan dan men-temen saya ini sebenarnya dilakukan tahun lalu, sekitar akhir Oktober 2014. Seumur-umur saya ini belum pernah menyusur pantai selatan hingga ke wilayah Jawa Timur, wong Wonogiri saja saya masih cupu kok.

Berawal dari janjian saya dan Owok karena sama-sama pengin motoran ke Pacitan yang saat itu lagi nge-boom, terutama jalan pinggir pantainya yang menggoda. Tenyata janjian saya dan Owok ini secara sengaja kebetulan didenger oleh Rahmadi yang memang sedang kumpul-kumpul di kos. Rahmadi pengen ikut, oke bertiga motoran dewe-dewe.

Janjian sederhana yang pasti berangkat ini didenger juga oleh temen saya  Nanang Masaren, juga Adit. Mereka ikut. Wohahaha malah jadi rame. Adit juga ngajak temen dari Sragen, Benjo namanya. capek kalo dewekan tjooy....

Direncanakan berangkat dari Solo Jumat 24 Oktober 2014 jam 8 malam (20.00), seperti janjian awal Saya-Rahmadi-Owok. Fix. Tiba hari-H, kebetulan Rahmadi lagi dapet jatah wira-wiri Klaten-Sukoharjo-Jogja urusan kerjaan kayaknya. Ditunggu, ditunggu hingga jam sudah menunjuk jam 20.00 Rahmadi masih belum keliatan batang hidungnya. Sms! Dia masih perjalanan menuju Solo dari Jogja. Hmmm... Owok juga baru saja dateng, malah langsung berangkat dari Temanggungnya Hmmmm....

Begitu Rahmadi datang, kami langsung siap berangkat. Eh, Rahmadi nyuwun mandi dulu. Belum mandi, kucel, ngantuk, dll alasannya.. yowes nunggu 10 menitan. Sekitar jam 21.00 WIB kami siap. Langsung cus. Solo Baru – Sukoharjo ramai lancar karena baru mau wiken, itulah alasan kami pilih hari Jumat, biar nggak terlalu rame.

Tiba di Terminal baru Wonogiri kami ber-6, nunggu Nanang yang ambil jalan pintas dari Klaten dan janjian disitu. Pas cek-cek motor karena ngerasa geal geol, ternyata Ban Masaren benjol nggak karuan karena nerjang lubang di jalan Sukoharjo – Wonogiri barusan. Ngalamat ganti ban luar, nyari tukang ban kebetulan ada, tapi pasti luama.. Satu motor gugur pemirsa. Begitu Nanang ngasih kabar, ternyata dia malah sudah masuk Wonogiri. Oke kami nyusul kesana. Sempat salah arah ambil kiri sebelum kota, kami putar balik dan ketemuan di Indo/Alfa-mart sebelum pom masuk kota.

Persiapan kopi-air putih juga cemilan kami siap. Nanang-Masaren dengan PRIMUS. Saya-Rahmadi pake SAPROL, Owok piyambakan dengan ATLIT-nya, Adit-Benjo dengan SUPRA-nya, bensin masih cukupan kami berangkat ketika waktu menunjukkan sekitar jam 10-an malem..

Jalur Wonogiri kota – pertigaan Pasar Ngadirojo yang agak gelap dengan beberapa penduduk yang masih sliweran dan Bus AKAP,AKDP kami nikmati dengan kecepatan 60-80an.. alon-alon saja.. dari pertigaan Pasar Ngadirojo kami ambil kanan arah Pacitan, Plang petunjuknya jelas kok.. kontur yang naik-turun mulai menghadang di depan kami. Speed masih tidak berkembang karena jalanan yang lumayan sepi serta belum adanya pengalaman kami jalan santai saja. Beberapa kali kami harus ngerem dan gas secara mendadak karena jalanan rusak disambung dengan jalan menanjak. Hampir jam 12 kami istirahat kembali di POM. Kebetulan ada 1 yang masih buka. Dan pom itupun tutup selesai melayani kami. BEJO. Prinsipnya, karena full-tank itu bikin ayem ...

Perjalanan kami ke selatan terus berlanjut. Jalan sempit dan lumayan rusak sepanjang pertigaan pasar Ngadirojo berubah mulus ketika kami menemukan Pacitan! Jawa Timur rek! Jalanan lebar dan sepi, maklum jam sudah menunjukkan hampir pukul 1 pagi! Sempet beberapa kali kami menemui penduduk sekitar yang dangdutan sampe pagi.. hihihi local people.. dangdut never die pokokmen... Sesampainya di Pacitan pun udara semakin dingin, angin semakin besar. Untung saya pake knee protector dan elbow protector murmer yang saya beli jauh-jauh hari, dan terbukti lumayan bikin anget. Tau deh yang lain, rasa-rasanya dengkul disebul freezer.. kademen haha..

Memasuki aspal mulus pacitan, harusnya kami bisa menambah kecepatan, namun karena angin malam yang cukup kencang dan dingin malah membuat kami terpaksa mengurangi kecepatan di angka 40 kpj saja. Tikungan-tikungan menyapa kami sebelum memasuki area pantai.

Pantai Teleng Ria menjadi tujuan kami. Masuk, bayar tiket dan ternyata rame!! Sempet bingung mau ngaso dimana, sudah hampir jam 2 inii.. akhirnya dalam gelap kami menemukan spot lumanyun, di bawah pohon cemara  pantai, kami parkirkan motor dan ditengahnya digelarlah mantol betmen, disitulah kami umpel-umpelan tidur bertujuh...

Sisa tidur semalam
Tak begitu lama terpejam, kami dibangunkan oleh sinar kekuningan yang datang dari arah timur. Yaudah, tidur paling hanya 2/3 jam dilanjut dengan foto-foto dan mainan pasir pantai di pagi hari. .

Masaren yang mulai bergaya
Personel dari Sragen, Benjo
Personel Nanang maknyuss
Rahmadi dan Owok
Persiapan ke tujuan selanjutnya
Kami lanjut beberes dan kemudian menggiring roda 2 kami mengarah ke Santai Srau. Rutenya ya balik lagi ke arah utara, lanjut ngikuti plang penunjuk jalan (belok kiri kalo dari arah pantai). Jalannya agak sempit dan sedikit rusak, but its OK.

FYI, Pantai srau merupakan situs cagar alam yang menjadi geowisata , bentangalam neotektonik yang bericiri batuan gamping yang memiliki jembatan alam. Keren kan?  Ketika masuk ke Kompleks Pantai Srau, kami disambut secara berurutan oleh : petugas loket hahahah yang dilanjut dengan pantai yang katanya buat surfing itu lho selancar papan, lalu Pantai Srau, dan Pantai apa namanya di pojokan. Komplek wisata ini dihiasi dengan kebon kelapa yang aduhai. Cucok buah kemping-kemping, karena arealnya luas dan catet! BERSIH. Sudah tersedia warung-warung sederhana dan juga toilet bagi yang berkepentingan.

Aspal mulus di sepanjang Pacitan, rumah Pak Beye jee..
Sampai di kebon kelapa Pantai Srau

Rahmadi Trip Rahmadi Adventure
Adit dengan background situs geowisata Pantai Srau
Kelar dengan Pantai Srau, kami lanjut ke pantai disebelah baratnya, namun via jalur ladang penduduk. Tujuannya sih selain menghemat jarak tempuh daripada harus muter, juga untuk melihat sisi yang lain dari Pantai Pacitan, nonmainstrim lah. Bonusnya ya jalur offroad hahaha batu makadam dijajar, pavingblock yang ancur juga jalur tanah biasa.

Berhenti sejenak sekedar untuk kagum pada sungai.. entahlah
Jalur amburadul yang dibayar dengan pantai elabuhan Pacitan
Via jalur ladang penduduk, kami sampai di pantai XXX yang berfungsi sebagi pelabuhan ikan. Meskipun ndak ikutan beli ikan, sempat ngaso sebentar kemudian lanjut lagi karena sudah siang. Mengarah ke barat, yaitu pantai Klayar (entah ini jalur apa kami kurang tahu) namun karena jalurnya hanya sampai Klayar, kami putuskan untuk balik saja. Kondisi kurang tidur,  belum mandi, dan perut keroncongan karena hanya diisi dengan roti sebagai sarapan.

Kami kembali ke jalan yang benar..

Sewaktu perjalanan balik dari pantai kami menemukan spot aduhai berhiaskan Pohon Mahoni yang bersuasana musim gugur eropah.. keluarkan kamera hp lagi... hahahaha. 

Owok pose entah..
Owok dengan lirikan entah...
Masaren pose pewe
Rahmadi in action
Ini dia nih..Hutan Mahoni suasana eropa
Kembali ke Solo dengan lapar dan belum mandi, membuat perjalanan jadi ndak greget. Mampirlah kami di warung untuk mengisi tenaga, dan dilanjutkan dengan istirahat dzuhur dan nunut mandi di masjid. Sesi ini disempatkan untuk merem sebentar. Ngantuk poool...

Perjalanan pulang
Bye bye Pacitan..
Perjalanan ke Solo diwarnai dengan kantuk yang teramat sangat sehingga kami istirahat lagi ketika sampai di Ngadirojo, Wonogiri. Air dingin menjadi pemuas dahaga dan penahan kantuk. Maklum cuaca memang sedang panas-panasnya.

Balik ke Solo dengan matahari yang sudah menghilang, Adit- Benjo pun pamit berpisah untuk melanjutkan perjalanan ke Sragen. Hahahaha kesel tenan cah...
 see you next trip yaa...


....




Read More »

Jumat, 07 Agustus 2015

Kopi, Teman, dan Solo

Nanggung deh, mumpung suasana blog lagi kopi-able..

“Mas, mbengi iki selo ra ?” Begitulah kiranya bunyi sms di nokia jadul saya suatu malam..
Disela kesibukan anak kos, adakalanya memang benar kalo dibutuhkanlah refreshing untuk mengatur kembali saraf-saraf yang terlalu tegang akibat terlalu lama berkutat di depan laptop.

Malam itu saya diiming-imingi oleh temen, Faizal, adanya tempat nongkrong ngopi asik di Solo. Tawaran yang sungguh jarang selama saya di kota Jokowi ini. Meskipun saya bukan kopiholic, tapi sebagai lelaki, kopi tetap menggoda..HUHAH!!

Kumpul di sebuah masjid di bilangan Kotta Barat ba’da isya’, saya berangkat bersama Masaren, Adit, dan Faiz temen kamar sebelah kosan. Tak sulit menemukan lokasi janjian, begitu bertemu Faizal tanpa basi-basi langsunglah kami melipir menyusuri gang di Kotta Barat ini dan benar, setelah menikmati beberapa polisi tidur, tempat kongkow kopi kami sudah didepan mata.

Dibalut warna coklat dari ornamen kayu di setiap sudut ruangan dan sinar lampu agak temaram di setiap meja yang membuat suasana terasa hangat, kami masuk kedalam dengan disambut musik jazz lawas yang mengalun selow... asik bener..

Sebagai orang yang cupu-kopi, saya niat milih belakangan, biar temen-temen duluan, mengamati lingkungan ceritanya. Ternyata hanya masaren yang langsung menentukan pilihan, sisanya 11-12 dengan saya. CUPU-KOPI. Bermacam macam pilihan yang tersedia di list menu malah membuat kami bingung, dengan sok iyes, saya pilih menu KOPI FLORES BAJAWA!!! Auk deh yang lain pilih apa. Cemilannya kentang goyeng dan ketela keju-keju gitu..

Begitu datang langsung disikatt.
Pesanan datang! Semerbak wangi kopi membuat malam seakan makin panjang.. Sajiannya  sederhana, saya  suka. Kopi menurut saya ya emang harusnya gini, di cangkir berkuping juga gula sachet kecil sebagai opsional. Cemilannya pun demikian, kentang krispinyapun disajikan dipiring gembreng yang motifnya kayak jaman SD dulu, lawaaas banget...

keCUPU-KOPI-an saya berlanjut. Seolah sudah ndak sabar menikmati, saya sendok saja busa yang masih menggumpal dibagian atas yang ternyata itu adalah butiran kopi. Dan ketika diicip.... WUUUUUEEEEKKKK.. PAIT PUOOL... Rasa penasaran saya juga dilakukan oleh Faizal dan reaksinya sama, PAIT! untung Faizal pesen air putih. Adit dan Faiz juga sama. Disini kami merasa menyesal milih menu.. hahahah

Sang penghancur rasa
Berusaha positif thinking, saya tambahkan gula sachet yang disediakan mas-mas tadi, pun juga Faizal. Gula sachet ditabur, diaduklah kopi dalam cangkir, ALAMAK!! Kopi dan ampasnya nyampur lagi.. begitulah mimik kopi, harusnya nunggu ngendap dulu

Seruput kopi+gula sendok yang pertama, WUUUEEKKKK!!! Masih pait.. Ini yang salah kopinya atau lidah saya yak? Masaren nampak enjoy aja srupat-sruput sambil mengebulkan asap. Hal yang berbeda nampak di raut muka Faiz, Adit, Faizal, dan Saya. Kami berusaha tegar.. Ah, tidak. Faizal menyerah di seruputan yang ketiga, seruputan kopinya terhenti karena ndak kuat sama paitnya rasa alami indonesia ini. Saya, Faiz, dan Adit masih berusaha menyeruput pelan dengan rasa tak percaya kenapa kopi bisa sepahit ini. Meskipun kalau kata Adit ada rasa pedes dan kecut-kecut sedikit, tapi ya 98%-nya pait. Bajindul sekali!

Hampir saja saya menyerah dalam pahit ketika kemudian masaren memesan gula tambahan 4 sachet mini.. 2 sachet ditambah membuat kopi saya terasa agak lumayan meski pahit tetap gendolan di lidah saya. Rasa yang lucu.

Penyelamat yang gagal
Sebagai tombo pait, dua gelas kopi berjenis latte ditambahkan dalam pesanan dan rasanya seperti minum air putih. Sungguh, pahit BAJAWA sepahit-pahitnya kopi.. Kopi (asli) dari timur Indonesia ini sukses memperdaya saya lewat aromanya saja.

Malam itu saya dan CUPU-KOPI lainnya pulang dengan mata jereng selama dijalan, sesampainya dikosan ya tetep molor sejadi-jadinya, hanya masaren yang melek sampai jam 6 pagi.. hahahahah

Lain kali jika ada yang mainan quotes : “Pahitnya kopi tak sepahit hidup ini..”, bakalan tak tantang dan tak ajakin pait-paitan disini. Suwer, pait bet!


Sungguh saya lebih cocok kopi sachetan entah whitecoffe atau semacamnya. Itupun dengan resiko abis ngopi air pipis bakalan beraroma whitecoffe.. hahhahahah... ya kan? ya gak si? 



...


Read More »

Sabtu, 04 Juli 2015

Masjid Kopi Bulak Indah


Saya ndak mau ngobrolin kopi-kopi-an atau yang lagi-lagi ngetrend filosofikopi itu, tapi ya karena postingan kali ini judulnya masjid kopi. Cuma di sebelah kosan, kalo jalan ya nggak bakalan sampe 1 menit, belum ketingalan 1 rokaat lah.. Masjid lingkungan/kompleks yang paling nyaman yang pernah saya rasakan.

Masjid Baitussyukur namanya. Ketika kita mulai melangkahkan kaki di berandanya kita akan disambut dengan.. keset. Yaelah bro serius banget.. Keset-keset kaki dulu dong ya. Beranda masjid ini cukup luas, berporselen putih kekuningan khas warna marmer. Di pintu masuk utama terpampang jelas nempel di tembok semacam batu peresmian dan yang meresmikannya nggak main-main, Bapak Amien Rais, sang mantan ketua MPR.

iya, mantan... *eh

Masjid mana yang ndak rame kalo pas puasa? Baitussyukurpun ikut menikmatinya. Jika di hari biasa berandanya cukup lengang, dan amat sangat penuh jamaah lelaki di hari jumat, bahkan sampai digelar tikar di halaman depannya maka saat bulan puasa seperti saat ini, jama’ah ibu-ibu-lah penghuni berandanya.


Bangunan utamanya berbentuk persegi empat yang berukuran hanya sekitar 9 x 9 m. Dikotak inilah segalanya terasa maksimal. Jika adalah hal lumrah kalo masjid itu ya tak bisa lepas dari cicak-cicak yang pating trempel di tembok dan kemudian meninggalkan “oleh-oleh hitam-putih” di lantainya, maka TIDAK bagi Baitussyukur..

Ketika kita menggeser pintu kaca untuk masuk ke Kotak 9x9 meter, kita akan disambut dengan ruangan yang berhiaskan 6 Air Conditioning dan 8 kipas angin medium sebagai moodboster yang siap membuat kita betah berlama-lama didalamnya. Lantainya dilapis dengan karpet hijau yang ditampalkan lagi dengan karpet gulungan warna merah dongker lembut. Temboknya dicat putih bersih, kontras dengan karpet merah dongker yang mungkin bermodel karpet persia.


Mimbar imam terbuat dari kayu dipelitur coklat sederhana dan bersebelahan dengan tempat sholat imam. Ditengah ruangan menjulur lampu gantung yang malah ndak begitu mencolok, kalah pesona dengan AC samsung dengan led birunya. Ditembok depan terpampang jam digital penunjuk waktu shalat lengkap bersebelahan dengan penghitung mundur waktu iqamah. Ruangan utama yang adem ini hanya mampu menampung 6 ½ shaf jamah. Ini karena penyesuaian arah kiblat yang mengakibatkan shaf terakhir harus kepentok pintu. Per shaf-nya hanya sekitar 16-an makmum dewasa.

Lalu kenapa Baitussyukur menjadi masjid kopi ?

Tepatnya baru beberapa bulan belakangan ini ada yag berbeda dengan wangi Baitussyukur. Jika wewangian biasanya adalah lavender yang kalem, pinus yang tenang, aroma bunga lain yang harum, atau wewangian ber-merk yang aromanya ya gitu deh, jeruk, apel, anggur atau wewangian lain yang memberikan sensasi segar, Baitussyukur memberikan sensasi masjid yang berbeda dengan aroma kopinya yang membuat rileks (kalo menurut saya sih). Aroma kopi tentunya mulai terasa saat pertama kali kita masuk, namun rasa itu akan kembali dan semakin kuat 13 detik setelah pengharum ruangan elektrik menjalankan tugasnya dan semakin menjadi-jadi pada detik ke-24, sungguh kopi sekali.

Saya kira takmir Baitussyukur ini sungguh kekinian.. Sungguh....

Masjidmu wangi apa?


 Ket :
foto 3 dari : muhandisun.wordpress.com


...




Read More »