Saya ndak mau ngobrolin
kopi-kopi-an atau yang lagi-lagi ngetrend filosofikopi itu, tapi ya karena postingan kali ini judulnya masjid kopi. Cuma di sebelah kosan, kalo jalan ya nggak bakalan sampe 1 menit, belum ketingalan 1 rokaat lah.. Masjid
lingkungan/kompleks yang paling nyaman yang pernah saya rasakan.
Masjid Baitussyukur namanya. Ketika
kita mulai melangkahkan kaki di berandanya kita akan disambut dengan.. keset. Yaelah bro serius banget.. Keset-keset
kaki dulu dong ya. Beranda masjid ini cukup luas, berporselen putih kekuningan
khas warna marmer. Di pintu masuk utama terpampang jelas nempel di tembok semacam
batu peresmian dan yang meresmikannya nggak
main-main, Bapak Amien Rais, sang mantan ketua MPR.
iya, mantan... *eh
Masjid mana yang ndak rame kalo
pas puasa? Baitussyukurpun ikut menikmatinya. Jika di hari biasa berandanya
cukup lengang, dan amat sangat penuh jamaah lelaki di hari jumat, bahkan sampai
digelar tikar di halaman depannya maka saat bulan puasa seperti saat ini,
jama’ah ibu-ibu-lah penghuni berandanya.
Bangunan utamanya berbentuk
persegi empat yang berukuran hanya sekitar 9 x 9 m. Dikotak inilah segalanya
terasa maksimal. Jika adalah hal lumrah kalo masjid itu ya tak bisa lepas dari
cicak-cicak yang pating trempel di
tembok dan kemudian meninggalkan “oleh-oleh
hitam-putih” di lantainya, maka TIDAK
bagi Baitussyukur..
Ketika kita menggeser pintu kaca
untuk masuk ke Kotak 9x9 meter, kita akan disambut dengan ruangan yang berhiaskan
6 Air Conditioning dan 8 kipas angin
medium sebagai moodboster yang siap
membuat kita betah berlama-lama didalamnya. Lantainya dilapis dengan karpet
hijau yang ditampalkan lagi dengan karpet gulungan warna merah dongker lembut.
Temboknya dicat putih bersih, kontras dengan karpet merah dongker yang mungkin
bermodel karpet persia.
Mimbar imam terbuat dari kayu
dipelitur coklat sederhana dan bersebelahan dengan tempat sholat imam. Ditengah
ruangan menjulur lampu gantung yang malah ndak
begitu mencolok, kalah pesona dengan AC samsung dengan led birunya. Ditembok
depan terpampang jam digital penunjuk waktu shalat lengkap bersebelahan dengan
penghitung mundur waktu iqamah. Ruangan utama yang adem ini hanya mampu menampung 6 ½ shaf jamah. Ini karena penyesuaian arah kiblat yang mengakibatkan shaf terakhir harus kepentok pintu. Per shaf-nya hanya sekitar 16-an makmum
dewasa.
Lalu kenapa Baitussyukur menjadi
masjid kopi ?
Tepatnya baru beberapa bulan
belakangan ini ada yag berbeda dengan wangi Baitussyukur. Jika wewangian
biasanya adalah lavender yang kalem, pinus yang tenang, aroma bunga lain yang
harum, atau wewangian ber-merk yang
aromanya ya gitu deh, jeruk, apel, anggur atau wewangian lain yang memberikan
sensasi segar, Baitussyukur memberikan sensasi masjid yang berbeda dengan aroma
kopinya yang membuat rileks (kalo menurut saya sih). Aroma kopi tentunya mulai
terasa saat pertama kali kita masuk, namun rasa itu akan kembali dan semakin
kuat 13 detik setelah pengharum ruangan elektrik menjalankan tugasnya dan
semakin menjadi-jadi pada detik ke-24, sungguh kopi sekali.
Saya kira takmir Baitussyukur ini
sungguh kekinian.. Sungguh....
Masjidmu wangi apa?
...